Kenaikan Retribusi Dianggap Tak Adil, Begini Penjelasan Kepala BPPRD Kota Ambon

Ambon,Wartamaluku.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, dalam upaya meningkatkan Penerimaan Asli Daerah (PAD) tidak serta merta menaikan tarif pajak dan retribusi. Semuanya itu, didasarkan pada aturan perundang – undangan, serta dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat.

Demikian disampaikan Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Ambon, Roy DeFretes, Rabu (8/5/25) di Balai Kota, menanggapi kritikan salah satu anggota DPRD, terkait kebijakan kenaikan retribusi sampah yang dinilai tidak adil terutama bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Tekait pernyataan tentang retribusi sampah UMKM yang naik 500 persen dari sebelumnya, maka perlu kami jelaskan bahwa penetapan tarif retribusi berdasarkan UU Nomor 1/2022, tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dimana diturunkan dalam PP Nomor 35/2023 yang juga menjelaskan Tata Pemungutan Pajak Dan Retribusi Daerah pada pasal 29.

Selanjutnya, untuk memungut pendapatan atau pungutan daerah, perlu ditetapkan dengan Perda, dimana kota Ambon telah menetapkan Perda Nomor 1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, didalamnya terdapat Retribusi Kebersihan yang masuk dalam Retribusi Jasa Umum,” ungkapnya.

Retribusi Jasa Umum, lanjutnya, adalah retribusi yang meliputi berbagai perhitungan di dalamnya retribusi persampahan. Dalam Perda Kota Ambon Nomor 1/2024, terdapat lampiran besaran tarif, berdasarkan kategori, baik rumah tangga, bisnis, industri, ada tarif untuk fasilitas masyarakat, tarif sampah umum dan sampah spesifik.

“Dasar penentuan retribusi menggunakan Volt Ampere (VA) atau penggunaan daya listrik. Itu ketentuan Pemerintah Pusat bukan daerah,” tambah de Fretes.

Khusus UMKM, ujarnya, masuk dalam kategori bisnis sangat kecil, dengan penggunaan daya listrik minimal 450 VA, dan itu dikenakan tarif Rp 150.000 per bulan atau Rp 1.800.000 dalam satu tahun.

“Menurut anggota DPRD itu terlalu besar, padahal jika kita hitung Rp 1.800.000 dibagi 365 hari, maka didapatkan tidak sampai Rp 5000, lebih murah dari harga air mineral kemasan yang tiap hari kita beli, bukan hanya sekali tapi bisa saja berkali – kali, padahal dari botol itu juga menyebabkan sampah. Jadi intinya, kita tidak seenaknya menentukan tarif retribusi,” jelas DeFretes.

Terkait kebijakan kenaikan tarif ini menurut DeFretes merupakan hal yang wajar jika dibandingkan dengan kemampuan masyarakat saat ini, sebab tarif retribusi sampah yang lama telah berlaku sejak 2012 sampai 2025, itu artinya selama 13 tahun belum ada kenaikan tarif.

Dirinya menandaskan, apabila kebijakan ini dirasa berat, maka masyarakat sebagai wajib retribusi memiliki hak untuk memohon keringanan sesuai ketentuan yang berlaku, tapi memiliki kewajiban untuk membayar.

“Saya menghimbau agar masyarakat dapat mendukung pemerintah, supaya bisa melakukan pelayanan dengan baik. Sampai saat ini kita terbatas dalam armada angkutan sampah, sementara volume sampah tiap saat naik,” tutupnya. (WM/MCAMBON)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *