Ambon, Wartamaluku.com – Klasis Gereja Protestan Maluku (GPM) Pulau Ambon menggelar kegiatan Remaja Baku Dapa Lintas Iman (REBALI) yang melibatkan anak-anak dan remaja dari komunitas Muslim dan Kristen sebagai bentuk komitmen merawat perdamaian serta memperkuat relasi lintas iman di Kota Ambon.
Kegiatan yang mengusung tema “Anak Ambon Cinta Damai, Beta Par Ambon, Ambon Par Samua” ini berlangsung di kawasan Pengeringan Pantai Air Salobar, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Senin (29/12/2025).
Ketua Panitia, Semi Hatulely dalam laporannya, menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Sidang Klasis GPM Pulau Ambon.
Menurutnya, REBALI bertujuan menumbuhkan sikap saling menghormati dan toleransi antar remaja lintas iman, sekaligus membentuk karakter generasi muda yang cinta damai dan bertanggung jawab sebagai bagian dari masyarakat Maluku.
“Melalui kegiatan ini kami ingin merawat kebersamaan dan memperkuat nilai persaudaraan di tengah keberagaman,” ujar Hatulely.
Ia menyebutkan, jumlah peserta kegiatan sebanyak 70 orang, terdiri dari 35 remaja Muslim dan 35 remaja Kristen.
Dikatakan, selama kegiatan berlangsung, para peserta mengikuti berbagai agenda, antara lain kunjungan ke rumah-rumah warga di masing-masing komunitas untuk mendengarkan nasihat orang tua, serta aksi gotong royong membersihkan sampah di sepanjang Pantai Air Salobar sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan dan kebersamaan.
Sekretaris Umum MPH Sinode GPM, Pdt. H.R. Tupan, dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan yang digagas oleh GPM Klasis Pulau Ambon tersebut telah berjalan selama lima tahun terakhir. Program ini awalnya dirancang untuk meredam ketegangan sosial di kawasan Pohon Mangga, namun dalam perjalanannya berkembang menjadi ruang perjumpaan yang membangun persaudaraan dan solidaritas antarumat beragama.
“Lima tahun lalu kegiatan ini dibangun untuk meredam ketegangan. Puji Tuhan, kegiatan ini berhasil dan melahirkan kehidupan bersama yang saling menjaga, saling menyayangi, dan saling menghormati,” ungkap Tupan.
Ia menyebutkan, hingga saat ini sekitar 570 anak dan remaja telah mengikuti dan menjadi bagian dari berbagai kegiatan lintas iman tersebut. Ke depan, GPM berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program selama lima tahun sekaligus memperluas jangkauannya ke wilayah lain di Kota Ambon.
“Tahun depan kita akan berkumpul kembali untuk evaluasi. Kita ingin membuat kegiatan ini lebih besar agar wilayah lain juga terimbas, seperti Ambon Utara, Ambon Timur, bahkan seluruh Kota Ambon,” ujarnya.
Menurut Tupan, tidak menutup kemungkinan program REBALI akan dikembangkan ke komunitas lintas agama lainnya, seperti Katolik, Hindu, dan Buddha, sebagai bagian dari upaya memperkuat persatuan dan harmoni sosial di Maluku. Ia menegaskan bahwa anak-anak dan remaja menjadi fokus utama kegiatan ini sebagai investasi perdamaian jangka panjang.
“Benih-benih perdamaian harus ditanam sejak dini. Lima hingga dua puluh tahun ke depan, merekalah yang akan menjadi pemuda dan orang dewasa yang telah dibentuk dengan nilai-nilai damai,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, mewakili Wali Kota Ambon, Staf Ahli Bidang Ekonomi, Pembangunan, dan Kesejahteraan Rakyat, Rustam Simanjuntak, menyampaikan apresiasi kepada GPM dan komunitas lintas iman yang secara konsisten menggelar kegiatan perdamaian tersebut. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota Ambon memberikan dukungan penuh terhadap program-program yang berorientasi pada perdamaian.
“Tidak mudah mengumpulkan anak-anak dan remaja lintas iman dalam satu ruang kebersamaan. Karena itu, Kota Ambon kami dorong menjadi rujukan pengembangan komunitas cinta damai di Maluku,” katanya.
Simanjuntak menilai, meskipun kegiatan serupa juga dilakukan di daerah lain, Kota Ambon berhasil mengemasnya secara sistematis, simultan, dan berkesinambungan sehingga dampaknya dapat dievaluasi secara terukur.
Hal senada disampaikan Ketua MPK Pulau Ambon, Pdt. W.A. Beresaby, yang menyebutkan bahwa gereja menjalankan mandat rekonsiliasi dengan menjadikan anak-anak sebagai basis strategis pembangunan perdamaian pascakonflik.
“Anak-anak ini lahir setelah konflik 1999. Karena itu penting bagi mereka untuk berkumpul dan mendapatkan narasi yang benar dari orang-orang yang tepat,” ujarnya.
Beresaby menambahkan, pada pelaksanaan tahun kelima ini jumlah peserta mencapai sekitar 530 anak, dengan dukungan penuh dari orang tua serta aparat lingkungan RT dan RW. Seluruh peserta mengikuti kegiatan dengan izin tertulis dari orang tua sebagai bagian dari pendekatan persuasif dan partisipatif.
Ia berharap para peserta dapat menjadi agen dan pewaris damai di Kota Ambon. Dampak kegiatan ini, menurutnya, mungkin belum sepenuhnya terukur secara kuantitatif, namun secara kualitatif sudah sangat terasa di lingkungan sekitar.
Selain itu, refleksi anak-anak selama kegiatan juga telah dibukukan dalam sebuah karya berjudul “Cermin Harmoni”, yang memuat ungkapan perasaan dan pengalaman peserta selama mengikuti perjumpaan lintas iman.
“Mereka menulis dengan hati yang polos dan penuh sukacita karena bisa baku dapa dan berkegiatan bersama. Ini menjadi bukti bahwa ruang damai memang perlu direkayasa dan terus dirawat,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Anak Kota Ambon, Chqutitha Qany Sahupala, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak penyelenggara. Menurutnya, kegiatan ini membuktikan adanya perhatian serius dari tokoh agama, baik Sinode GPM maupun komunitas Muslim, terhadap kebutuhan anak sebagai bekal masa depan.
Ia menilai, ruang perjumpaan lintas iman sangat penting karena memberi kesempatan bagi anak-anak untuk saling mengenal, belajar berdialog, membangun rasa saling percaya, dan memahami bahwa perbedaan dapat menjadi kekuatan.
“Perdamaian tidak hanya dibicarakan, tetapi harus disaksikan dalam kebersamaan. Nilai-nilai toleransi, persaudaraan, dan cinta damai yang dipelajari hari ini akan menjadi bekal penting bagi masa depan anak-anak Kota Ambon,” ujarnya.
Chqutitha berharap kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan dan menjangkau lebih banyak anak, sehingga dari ruang-ruang perjumpaan ini akan lahir generasi Ambon yang mampu hidup rukun dalam perbedaan dan menjaga perdamaian di kota yang dicintai bersama. (WM/yk).





