Selain KKT, 10 DPD II Partai Golkar Maluku dinonaktifkan

Ambon, Wartamaluku.com – Sebanyak sepuluh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golongan Karya (Golkar) di Provinsi Maluku dinonaktifkan. Lantaran tidak mampu meraup suara yang signifikan saat Pilkada, Pilpres dan pileg. Demikian dikatakan Ketua Bidang Kaderisasi DPD Partai Golkar Provinsi Maluku, Ridwan Marasabessy saat menggelar konferensi pers di kantor DPD Partai Golkar Provinsi Maluku, di kawasan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Rabu (10/7/2019).

Ketua DPD II yang dinonaktifkan masing-masing, Kota Ambon, Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Buru, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, dan Kabupaten Maluku Tengah. Sementara Ketua DPD II Kabupaten Kepulauan Tanimbar tetap dipertahankan, karena dinilai berhasil.

Salah satu alasan dinonaktifkan para Ketua DPD II ini, karena tidak meraup suara yang signifikan saat Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg) pada 17 April 2019 lalu. Akibatnya, Partai Golkar Provinsi Maluku harus kehilangan satu kursi di DPR RI.

“Sebelum kami mengambil keputusan, sudah ada konsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Malah, pihak DPP Partai Golkar sendiri sudah mengijinkan. Dan keputusan untuk menonaktifkan mereka ini, bukan kita yang tentukan. Dalam rapat yang kami gelar beberapa waktu lalu, yang mengusulkan untuk dinonaktifkan itu, hampir seluruh pengurus yang hadir,” tuturnya.

Karena dinamika terus berjalan, kata dia, maka pihaknya mengambil inisiatif untuk membentuk tim 15 yang diketuai Richard Rahakbauw. “Seluruh keputusan Tim 15 ini berdasarkan aklamasi tanpa pembahasan. Dalam aklamasi itu, semua menyerahkan semuanya kepada Richard Rahakbauw sebagai Ketua Tim 15 tentang siapa-siapa saja yang dipenjabatkan itu ada 10 orang. Tinggal prosesnya kita tindaklanjuti ke DPP di Jakarta,” tegas dia.

Menurutnya, bagi yang merasa dirugikan, dengan hasil pleno yang sudah dilakukan pihaknya, maka bisa dilaporkan ke Mahkamah Partai Golkar, lewat DPP. “Apapun yang menjadi keputusan mahkamah partai, kami dari pihak DPD yang membuat rapat pleno siap menerima, dan mereka yang mendapat sanksi juga harus bisa menerima,” tandas Marasabessy. (WM)

Pos terkait