Kawal PI 10% Blok Masela DPR RI Dapil Maluku Bertemu SKK Migas

  • Whatsapp

Jakarta, Wartamaluku.com – Menyikapi adanya perkembangan terkini Pengelolaan Ladang Gas Abadi Blok Marela pasca penetapan POD II oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo, maka seluruh anggota DPR dan DPD RI Dapil Maluku memberikan perhatian serius, dengan menggelar pertemuan bersama SKK Migas yang berlangsung di kantor SKK Migas, Gedung Wisma Mulia, Ruang Jack Up Rig Lantai 36 Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 42, Jakarta, kamis, 21/11/2019.

Adapun wakil rakyat yang hadir, antara lain dari unsure DPR RI; Mercy Chriesty Barends, ST, Hendrik Lewerissa, SH, LL.M, Ir. Abdullah Tuasikal, M.SI, Saadiah Uluputty, ST sedangkan dari unsure DPD RI: Anna Latuconsina, SH, Novita Anakotta, SH, MH, Mirati Dewaningsih, ST. Salah satu anggota DPD RI lainnya yakni Nono Sampono yang juga adalah Wakil Ketua DPD RI tidak berkesempatan hadir karena tugas Negara yang tidak bisa didelegasikan.

Sementara dari pihak SKK Migas dipimpin langsung oleh Kepala SKK Migas Bapak Dwi Soetjipto dan didampingi Sekretaris SKK Bpk Murdo Gantoro, Deputi pengendalian Pengadaan Bpk. Tunggal, Deputi Operasi Bpk. Julius Wiratno, Deputi Perencanaan Bpk. Jafee Suardin, Deputi Keuangan Monetasi Bpk Arief Setiawan Handoko, Staf Ahli Kepala SKK Migas Bpk. Sukandar dan staf teknis lainnya.

Para wakil rakyat ini mencermati adanya sejumlah isyu Blok Masela yang mengemukakan dan bahkan menyerap perhatian masyarakat Maluku secara luas, yakni Penetapan Daerah Pengelola PI 10% Blok Masela sampai urusan teknis operasional di lapangan baik dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) Maluku, penyiapan lahan, safeguard daya dukung lingkungan, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan erat dengan pengelolaan Blok Masela, termasuk salah satu Isyu panas yang mengemuka dan memunculkan gejolak di masyarakat Maluku belakangan ini adalah permintaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mendapatkan hak pengelolaan 5% PI Blok Marsela. Demikian rilisnya yang diterima media ini, jumat, 22/11/2019.

Dalam pertemuan yang berlangsung hampir 3 jam itu, secara garis besar para wakil rakyat dapil Maluku mengangkat sejumlah isyu yang dibahas secara transparan, yakni, Bahwa berdasarkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gumi, pasal 4 ayat 2; “Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud oleh ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan jo UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 27 ayat (3) yang berbunyi “Kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kea rah perairan kepulauan.

Maka berdasarkan posisi hukum diatas memang disadari sungguh kebijakan/diskresi terkait penetapan hak pengelolaan PI 10% kewenangannya ada pada pemerintah pusat.

Bahwa berdasarkan kewenangan tersebut, diharapkan SKK Migas secara transparan dapat menjelaskan proses terkait hal dimaksud sudah sejauh mana terhadap penetapan Daerah yang berhak mengelola PI 10% Blok Masela dan usulan NTT yang meminta hak pengelolaan PI 5% Blok Masela. Sejumlah pertimbangan dan argumentasi disampaikan oleh para wakil rakyat kepada pihak SKK Migas karena menyadari bahwa persetujuan penetapan daerah pengelola PI 10% oleh Menteri ESDM berdasarkan pertimbangan dari kepala SKK Migas. Adapun pertimbagan dan argumentasi yang disampaikan sbb:

Dari aspek Geo Technical, penetapan Nama Blok Masela ditetapkan berdasarkan strata geografis yang bersambungan langsung dengan Pulau yang paling terdekat yakni Pulau Masela/Marsela sehingga umumnya Penetapan nama Blok suatu ladang Migas menggunakan nama pulau terdekat.

Pulau Marsela adalah salah satu Pulau kecil yang berada di bagian selatan Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku dan berbatasan langsung dengan Australia.

Sehingga dari sisi penamaan saja telah menunjukkan secara jelas dan tegas karakteristik serta Identitas Ke-Maluku-an.

Sejak Inpex sebagai operator pemenang KKKS mendapatkan ijin eksplorasi pada tanggal 16 November 1998, sekitar tahun 2000 rombongan INPEX dan kementrian ESDM datang ke Saumlaki, Kabupaten MTB disambut positif oleh Bupati MTB pertama yakni Alm. Bpk.J.Oratmangun dengan acara adat Maluku dari Selatan Daya. Proses eksplorasi kemudian berjalan membuktikan Ladang Gas AbadiBlok Masela dengan potensi cadangan gas 6.67 tcf ditemukan. Diikuti tahun 2008, INPEX menyerahkan POD Tahap I Blok Masela ke pemerintah melalui BP Migas (selanjutmya berubah nama menjadi SKK Migas) dan Desember 2010 POD tahap I disetujui pemerintah dengan skema LNG terampung di laut (offshore) Ditingkat local diikuti dengan sejumlah pertemuan sosialisasi dengan masyarakat, Pemda Provinsi, DPRD Kab/Provinsi, akademisi, dan sejumlah elemen masyarakat lainnya di Provinsi Maluku. Dalam proses yang sangat panjang itu, Pemda dan DPRD Provinsi Maluku kemudian membentuk BUMD Maluku Energy berdasarkan Perda no 03 Tahun 2009 tentang pengelolaan Migas Blok Masela dan lahirnya Perda No 5 tahun 2012 Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) tentang Pembentukan BUMD Tanimbar Energy.

Pada tanggal 09 Juni 2012, saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Ambon tepatnya ketika Acara Peresmian Patung Pahlawan Nasional Johanes Leimena di Poka mengatakan migas di Blok Masela jika akan dieksploitasi dengan nilai sekitar 400T maka Maluku akan kebagian PI10% yang jika dikelola dengan benar di masa yang akan datang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Maluku. Disisi lain, INPEX melakukan proses eksplorasi dengan pangkalan/base-nya melalui jalur Pulau Tanimbar di Kota Saumlaki, hal tersebut menyebabkan Kab. MTB berbenah diri dengan menyiapkan infrastruktur Lapangan Terbang, pangkalan Angkatan Laut, dst. Pada Tahun 2015, Inpex meminta revisi POD dengan peningkatan kapasitas LNG 7.5 juta ton dan sejak saat itu, terjadilah perdebatan yang cukup panjang soal skema darat (onshore) atau sekama laut (offshore) sampai dengan tahun 2016. Sepanjang tahun 2015-2016, berbagai elemen masyarakat Maluku kembali ikut menyuarakan aspirasinya lewat berbagai seri pertemuan menyerap aspirasi masyarakat yang digelar SKK Migas, baik di ke-2 Kabupaten yang terdampak langsung yakni MTB dan MBD, Pemda dan DPRD Provinsi Maluku, para akademisi, kalangan masyarakat adat.

Diikuti pertemuan terakhir antara SKK Migas dengan anggota DPR/DPD RI Dapil Maluku di Jakarta. Para wakil rakyat Maluku saat itu satu suara mendukung skema darat (onshore) pengelolaan Blok Marsela karena memberi manfaat multiplier effect bagi masyarakat Maluku dan mendongkrak perekonomian di kawasan Indonesia Timur. Pada 23 Maret 2016, di Pontianak Presiden RI memutuskan dan mengumumkan secara resmi Skema darat yang digunakan untuk mengelola Blok Marsela setelah mendengar masukan secara ilmiah dari hasil riset yang dilakukan kementerian ESDM dan SKK Migas serta aspirasi masyarakat Maluku.

Kemudian, 4 April 2016, Presiden Jokowi meresmikan Jembatan Merah Putih, sekaligus dalam pidatonya Presiden meminta dari Pemerintah provinsi, Kabupaten/kota dan perguruan Tinggi di Maluku cq Unpatti agar mengantisipasi hadirnya Industri Blok Masela maka perlu mempersiapkan SDM dibidang Geologi dan Perminyakan bagi anak-anak Maluku sehingga tidak dibutuhkan tenaga dari luar Maluku. Dalam persiapan SDM Maluku, sepanjang tahu 2017-2018, Universitas Pattimura membuka 3 program Studi baru yakni Prodi Tekni Geologi, Teknik Geofisika, dan Teknik Perminyakan.

Selanjutnya, diikuti dengan MoU antara Unpatti dengan kementrian ESDM untuk mengirim secara berkala SDM Maluku ke STEM AKA Migas Cepu dan topangan dana APBD prov/Kab/kota serta CSR Inpex mengirim anak-anak Maluku ke berbagai PT Negeri maupun swasta di Indonesia dalam persiapan SDM bagi Blok Marsela.

Kemudian, 16 juni 2019 HoA pengembangan Blok Marsela akhirnya ditantatangani disusul dengan persetujuan Menteri SDM atas revisi POD tahap II pada tanggal 5 Juli 2019 dengan kapasitas LNG mencapain 9.5 juta ton/tahun dan 150 mmscfd gas pipa, system bagi hasil antara pemerintah Indonesia dan Inpex 50:50 dengan IRR mencapai 15%. Total nilai investasi POD II Blok Marsela sebesar 19.8 US$ atau setara 280 T rupiah. Pemda Maluku dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar diminta secara resmi lewat surat dari SKK Migas untuk menyiapkan lahan sebesar 1500 ha yang akan diikuti dengan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal).

Dari aspek potensi risiko, daerah yang terdampak langsung dari pengembangan Blok Marsela adalah Pulau-pulau yang ada di Maluku terutama Pulau Yamdena sebagai lokasi pembagunan Kilang darat LNG baik dari daya dukung lingkungan, social, ekonomi.

Dengan seluruh perjuangan, kerja keras dan pengorbanan pemerintah daerah dan masyarakat Maluku (waktu, tenaga, anggaran, penyiapan lahan, dsb) maka sangatlah tidak bijaksana jika pemerintah memberikan pengelolaan 5% PI Blok Marsela ke Provinsi NTT yang “tidak berkeringat” sedikitpun dalam perjuangan panjang Blok Marsela tersebut.

SKK Migas diharapkan dapat memberikan pertimbangan rasional dan objektif kepada Menteri ESDM dan Presiden RI untuk memastikan 10% PI Blok Masela dikelola oleh Provinsi Maluku.

Sementara itu, sesuai paparan dan Respons Kepala SKK Migas beserta jajaran yang mengatakan Blok Masela adalah proyek terbesar ke-2 sesudah Freeport dengan total investasi 280 T dan menggunakan teknologi yang sangat complicated. Nilai investasi Blok Masela 3 kali lebih besar dari Blok Tangguh Crane 3. Proses pengeboran dilakukan di laut dalam dengan tingkat risiko yang sangat besar dan dilakukan wilayah laut yang berdekatan dengan daerah terluar dengan infrastruktur yang sangat minim.

Untuk tahap POD I Inpex sebagai operator telah mengeluarkan anggaran sebesar 1.4 milyar US$ atau sekitar 15 T. Dengan bentuk kerjasama berbasis PSC (Production Sharing Cost) atau lebih dikenal dengan skema Cost Recovery.

Dikatakan, Persoalan lain yang dihadapi Inpex saat ini belum memiliki kejelasan soal pembeli. Hal ini menjadi factor penentu sebelum proyek beroperasi, agar Blok masela dapat terus berproduksi sampai tahun 2055. Saat ini SKK Migas dan Inpex sementara menjajagi proses komersialisasi dan mencari calon pembeli dengan pertimbangan minimal 3 buyer (pembeli) diharapkan rampung pada tahun 2022. Selanjutnya tahun 2022-2027 diikuti dengan Pembangunan Konstruksi dst dan diharapkan tahun 2027 sudah dapat berproduksi. Dijelaskan, Proses yang sementara berlangsung saat ini yakni lelang/tender FEED Enginering (Desain Detail Fasilitas LNG Blok Masela) dan terbuka bagi pihak perusahan ditingkat dunia baik dari US maupun Eropah untuk mengambil bagian dalam tender dimaksud untuk menjamin efisiensi, proses dengan baku mutu yang tinggi dan teknologi yang handal. Kemudian, katanya, Setelah FEED selesai diikuti dengan keluarnya Final Invesment Decision (FID).

Tahapan selanjutnya adalah lelang/tender konstruksi yang meliputi, (Engineering, procurement, Construction and Instalation/EPCI). Terkait dengan Pengelolaan PI 10%, belum ada penetapan dari menteri ESDM, namun pihak SKK Migas sudah menyurat resmi kepada Menteri ESDM tertanggal 1 November 2019 Perihal Partisipasi Interes 10% di wilayah kerja Masela.

Disampaikan pula bahwa Pemerintah provinsi NTT belum menyurat resmi kepada Menteri ESDM perihal Permohonan resmi penawaran pengelolaan PI 5%Blok Masela. Berdasarkan PP 35 tahun 2004 dan Permen ESDM No 37 tahun 2016 maka setelah penetapan POD, Kontraktor wajib menawarkan PI10% kepada BUMD (berdasarkan penetapan daerah yang ditetapkan oleh Menteri ESDM) Terhadap hal tersebut, Kepala SKK Migas mengusulkan agar secepatnya Pemerintah Provinsi Maluku menyurat resmi untuk mengajukan permohonan resmi penawaran pengeloloaan PI10% Blok Masela kepada menteri ESDM RI.

SKK Migas juga memberikan apresiasi terhadap sikap tanggap dan responsive pemerintah Provinsi Maluku dimana sejak pertemuan SKK Migas dan Inpex di Ambon pada tanggal 4 November 2019, saat itu SKK Migas secara resmi menyerahkan surat Permohonan penetapan Lokai dan Surat Rekomendasi Gubernur dan tepat seminggu kemudian surat dari Gubernur Maluku telah resmi diterima oleh Pihak SKK Migas.

Dengan adanya kedua surat tersebut maka Percepatan Proyek Abadi Masela dapat dilakukan segera. Selain itu SKK Migas juga memberikan perhatian terhadap kesiapan SDM Maluku berdasarkan arahan Bapak Presiden RI.

Secara umum, pertemuan berlangsung dengan baik, pokok-pokok pikiran para wakil rakyat disampaikan secara lugas dan terbuka susasana silaturahmi yang sanga baik.

Akhirnya, saat melakukan closing statement, Mercy Barends mewakili seluruh anggota DPR/DPD RI mengucapkan terima kasih atas penerimaaan kepala SKK Migas dan jajaran, telah melakukan diskusi secara terbuka terhadap seluruh proses berkaitan dengan Blok Masela. Harapannya, PI 10% Blok Masela tetap diserahkan hak pengelolaannya kepada Provinsi Maluku dan diikuti dengan sesi foto bersama. (WM)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *